Mengelola Hasrat dengan Bijak; Jalan Menuju Bahagia


Ilustrasi, sempatbaca.com.


Hasrat atau keinginan terus berkembang dan bergeser. Hasrat itu dapat diibaratkan seperti cairan yang membeku menjadi sebongkah es batu. Dalam kondisi demikian, tekanan hasrat ini semakin lama semakin kuat dan menebal.



By : Masyhur, MS

HASRAT manusia itu seakan tiada batas. Yang mampu mengendalikan, hanya kalau kita punya keinginan : bersyukur, merasa cukup. Setidaknya, ini jurus ampuh untuk membendung 'hasrat yang tidak ada batasan itu'.


Bagaimana hasrat itu tampak dalam kehidupan kita? Bisa dilihat secara gampang. Mudah.


Begini ilustrasinya. Coba luangkan waktu sejenak untuk berfikir. Misalnya, setelah lulus kuliah ingin cepat mendapatkan pekerjaan. Setelah memperoleh pekerjaan, tak sabaran  mendapatkan salary (gaji). Gaji demi gaji dari salary yang diperoleh diharapkan cepat melimpah. Setelah  itu, berharap bisa digunakan untuk biaya nikah.


Lalu, setelah menikah, sesegera mungkin ingin punya momongan. Dikaruniai satu momongan muncul keinginan nambah 'momongan' lagi...lagi dan lagi menginginkan yang lain.


Begitu dikaruniai momongan, dan tatkala 'anak' dirundung sakit, sesegera mungkin lekas sembuh. Begitu sang buah hati sembuh, duh senengnya bukan main. Tapi setelah itu, bergeser pada pilihan keinginan yang lain. Keinginan apa? Beda orang, lain pula keinginanannya.


Lagi-lagi seseorang tak sabaran atas keinginannya.


Intinya, hasrat atau keinginan terus berkembang dan bergeser. Hasrat itu dapat diibaratkan seperti cairan yang membeku menjadi sebongkah es batu. Dalam kondisi demikian, tekanan hasrat ini semakin lama semakin kuat dan menebal.


Apakah salah menggeser hasrat ke sesuatu atau menginginkan yang lain lagi? bagi saya tentu tidak. Apapun keinginan seseorang dalam segala hal, silahkan ! kuncinya anda mampu mengelola. Mengimbangi. Itu saja. "Intinya, kita bisa bijak menyikapi kehidupan ini," kata teman saya yang kini sedang studi di pascasarjana Unram, pada suatu kesempatan asyik ngopi di suatu tempat.


Saat itu, kebetulan perbincangan kami seputar pernikahan. Tentang sikap dan perubahan-perubahan pranikah dan pascanikah yang kerap dialami banyak orang. Juga problem anak-anak muda tentang jodoh, karir dan masa depan serta berbagai problem dan tantangan hidup yang kian kompleks. 


Kembali ke proses dan tahapan-tahapan yang saya sebut di awal. Dalam proses realisasinya : ada yang cepat. Ada pula yang lambat. Mengalami salah satu dari keduanya, seseorang kadang diperhadapkan pilihan yang tidak mudah. Belum lagi jika kita menghadapi orang-orang di sekeliling kita : tetangga, teman dan yang lain-lain. Dalam keadaan demikian, suasana berubah pelik-dilematis.


Kondisi pelik dan penuh dilema itu, semakin memperhadapkan seseorang pada sesuatu yang kadang tidak menentu. Sikap dan mental merasa tertekan. Akibatnya timbul rasa tidak percaya diri. Efek paling fatal, jika tidak bisa diimbangi, justru akan menimbulkan stres--stressor (tekanan dari luar dan dalam). Stres adalah respon alami manusia saat menghadapi tekanan atau perubahan dalam kehidupan," demikian penjelasan Organisasi Kesehatan Dunia WHO.


Satu hal yang paling penting, saat dihampiri keblusetan hidup yang dibalut hasrat itu pada intinya ialah bijak. Atau lebih ekstrim lagi, "memotong semua hasrat?," kata Manampiring (2021:xxii).


Tapi, bukan berarti menghentikan semua hasrat melainkan meletakkannya pada porsi yang imbang. Yakni hasrat yang lurus dan sejalan dengan nilai-nilai kehidupan sebagaimana disitir seorang filsuf bernama Epictetus. Filsuf yang hidup abad ke-1 Masehi. Filsuf ini dikenal karena doktrinnya mengenai sikap bijak melalui pengendalian diri.

Post a Comment

أحدث أقدم