KARENA GUS DUR ADALAH INDONESIA (Catatan Haul Gus Dur ke 15)



Ilustrasi, sempatbaca.com


Gus Dur begitu mencintai kemanusiaan. Lebih dari itu, saya menangkap sesuatu, “Bahwa Gus Dur mencintai sesuatu yang harus memang mendapat tempat di negeri ini: nilai kemanusiaan



Oleh: Masyhur

Judul, “Karena Gus Dur Adalah Indonesia” di atas, kiranya tidak berlebihan untuk diwacanakan ke publik. Bukan an sich Gus Dur saja yang Indonesia tulen, atau entah apa namanya. Tetapi lebih karena (alm) KH Abdurrahman Wahid yang akrab dipanggil Gus Dur meninggalkan bertumpuk-tumpuk pesan-pesan kepada kita masyarakat untuk menjaga, mencintai Indonesia.


Tidak hanya pesan tentang pentingnya nilai kemanusian, tetapi juga pentingnya pesan tentang demokrasi. Tidak hanya pesan tentang agama tetapi juga pesan tentang budaya yang sesuai dengan karakteristik masyarakat dan tanah air Indonesia. Dan yang jauh lebih penting lagi adalah tentang pesan kebangsaan. Bahkan pula, lebih banyak pesan-pesan lain lagi, bila terus dilakukan penggalian makna dari track-record kehidupan cucu pendiri NU itu.
Tetapi mungkin, bagi sebagian yang tak begitu akrab dengan pemikiran Gus Dur, otomatis tak sepenuhnya tahu siapa sebenarnya Gus Dur—tak akan pernah berpikir tentang itu. Yang justru berkelebat dalam benak tentang Gus Dur: sifat nyleneh dan kontroversialnya. Tidak aneh kemudian, orang berbicara aneh tentang Gus Dur karena melihat selintas, tanpa melakukan pengamatan lebih dekat terhadap sejatinya Gus Dur.


Siapa sich yang tak kenal Gus Dur? Yang perlu diketahui, sejak kepergiannya di penghujung 2009 silam, banyak orang merasa kehilangan. Sederet tokoh-tokoh besar seperti Gus Mus, Mahfud MD, Quraish Sihab, dan ulama-ulama NU lainnya masih sering mengungkapkan kelebihan dan keistimewaan yang dimiliki Gus Dur. Di internal NU sendiri, Gus Dur, begitu dielu-elukan. Gagasan-gagasannya ditulis dan diabadikan oleh anak-anak muda dan umumnya warga NU. Di dunia kampus, pemkiran-pemikiran Gus Dur, senantiasa menjadi topik diskusi, seminar, lokakarya dan sebagainya, bahkan menjadi objek penelitian para akademisi. Riset-riset tentangnya tidak sedikit menjadi konsumsi publik. Di kalangan minoritas, khususnya Tionghoa, sosok Gus Dur, begitu mendapat tempat istimewa. Bahkan dikultuskan.


Sejak meninggalnya Gus Dur, banyak tokoh memberikan komentar, “sanksi akan ada tokoh seperti Gus Dur muncul di Indonesia”. Hal ini, tidak terlepas dari berbagai kelebihan yang melekat dalam sosok Gus Dur. Sejak kepergiannya, terlihat begitu banyak orang merasa kehilangan, mulai dari masyarakat kecil, menengah hingga kaum kelompok elit. Terkait ini, salah seorang pernah menulis, “Tidak ada sejarah lautan manusia, kecuali pada saat wafatnya Gus Dur”. Ini menujukkan bahwa begitu banyak orang yang datang mengantarkan cucu pendiri NU itu ke peristirahatan terakhir. 


Tentu ini sangat beralasan, bahwa tidak terlepas dalam diri Gus Dur, bahwa ia merupakan figur yang begitu dicintai. Ini sekaligus mengamini apa yang diungkapkan KH Musthofa Bisri ketika mengatakan, “Gus Dur dicintai manusia, karena mencintai kemanusiaan. Kacamata Gus Dur adalah kemanusiaan, bukan lagi golongan, kelompok atau agama”. Gus Dur begitu mencintai kemanusiaan. Lebih dari itu, saya menangkap sesuatu, “Bahwa Gus Dur mencintai sesuatu yang harus memang mendapat tempat di negeri ini: nilai kemanusiaan (bersambung).

Post a Comment

أحدث أقدم