Filsafat Ekonomi Islam dalam Dekap Dunia ‘Serba Digital’ (Catatan Reflektif, Relevansi, dan Nilai di Era Kekinian)



ilustrasi, sempatbaca.com



dunia serba digital tidak lain merupakan sebuah sosiopolitik dan sistem ekonomi yang punya karakteristik sebagai sebuah ruang intelijen, meliputi informasi, berbagai akses instrumen atas seluruh informasi


Oleh : Masyhur, MS, Dedi Riswandi*)


Dunia serba digital, khususnya di bidang ekonomi—denga napa yang diistilahkan sebagai digitalisasi  ekonomi merupakan sebuah sosiopolitik dan sistem ekonomi yang mempunyai karakteristik sebagai sebuah ruang intelijen, meliputi informasi, berbagai akses instrumen informasi dan pemrosesan informasi dan kapasitas komunikasi (Ansori, 2016, Nagri, 2021).


Ekonomi digital telah mengubah lanskap ekonomi dunia (world economic) secara fundamental. Di satu sisi menghadirkan peluang, di sisi lain menghadirkan tantangan baru. Dalam pergolakan dan arus perubahan ini, filsafat ekonomi Islam menawarkan perspektif yang berbeda tetapi relevan guna memandu kompleksitas kondisi dan realitas kehidupan serba digital saat ini. Persepektif yang dimaksud, ialah landasan filosofis ilmu ekonomi Islam, yang merupakan derivasi dari nilai-nilai Tauhid, yang meliputi nilai-nilai seperti ; keadilan, keseimbangan, dan tanggung jawab sosial, memberikan kerangka kerja etis untuk pengembangan dan implementasi teknologi digital. Pada titik, perkembangan saat ini, landasan ini bisa menjadi panduan guna memastikan bahwa inovasi teknologi tak hanya menghasilkan sesuatu yang bersifat material semata. Lebih dari itu, berdampak terhadap kesejahteraan sosial dan keberlanjutan serta makin meningkatknya literasi keuangan.


Kita bisa menelisik salah satu prinsip ekonomi Islam yang berkaitan dengan : mengapa praktik riba (bunga)?. Dalam ekonomi digital, hal ini menantang model bisnis yang mengandalkan pinjaman berbunga dan platform keuangan digital yang tidak transparan. Lalu apa yang ditawarkan dalam konsep ekonomi secara filosofis? 


Ekonomi Islam berupaya mendorong pengembangan alternatif lain, seperti model bagi hasil (mudharabah) dan kemitraan (musyarakah). Konsep ini saya pikir lebih adil dan etis. Nilai-nilai filosofis lainnya, seperti prinsip zakat (sedekah wajib). Zakat  ini dapat diterapkan dalam ekonomi digital melalui mekanisme pengumpulan dan distribusi zakat yang efisien dan transparan. Menurut L.P. Nadia, Penguatan Ekonomi dan Keuangan Islam di Era Ekonomi Digital” menyatakan: Peluang yang dapat dikembangkan oleh industri keuangan Islam lainnya adalah zakat berbasis teknologi dengan memanfaatkan inovasi blockchain. Konsep dapat dipahami terkait dengan pengembangan aplikasi zakat adalah memungkinkan memberi kemudahan terkait dengan proses pelacakan dana zakat dimulai pada titik awal donasi hingga distribusi dana (dalam buku, Ekonomi Digital Sistem keuangan Islam, 2023: 226). Jika ini dapat diupayakan secara kolektif dan pemerintah atau negara turut serta memberikan dukungan, maka mustahil tidak memberikan effect bagi kehidupan sosial masyarakat. Dampaknya bisa dilihat dari sesuatu yang dihasilkan yakni bisa mengurangi kesenjangan sosial yang seringkali dibuat lebih parah oleh dampak buruk perkembangan teknologi digital.


Lalu, prinsip keadilan. Dalam konsep ekonomi Islam, prinsip ini menekankan perlunya akses yang merata terhadap teknologi dan peluang ekonomi digital. Filosofi ini mendorong pengembangan infrastruktur digital yang inklusif, serta program-program pelatihan dan pendidikan serta yang lainnya. Program ini, diharapkan dapat memberdayakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam ekonomi digital. Selain itu, perlindungan data pribadi dan keamanan siber, yang merupakan isu krusial dalam ekonomi digital, juga sejalan dengan nilai-nilai Islam tentang menjaga amanah dan hak-hak individu. Dalam konteks ini, ekonomi Islam mendorong pengembangan regulasi dan praktik yang memastikan bahwa teknologi digital digunakan secara bertanggung jawab dan beretika. Tapi ini saja terasa tidak cukup. Tetapi perlu ada saling integrasi satu sama lain. Untuk itu, maka kebutuhan transformasi terhadap digital sangat dibutuhkan terutama sektor industry keuangan syariah (Iqbal, Nasution, 2022) harus beradaptasi (Aziz, 2023:2).


Filosofi ekonomi Islam juga menyoroti pentingnya keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat. Dalam era digital, di mana kekuatan pasar seringkali terkonsentrasi di tangan segelintir perusahaan teknologi besar, prinsip ini mengingatkan perlunya menjaga keseimbangan kekuatan dan mencegah monopoli. Ekonomi Islam mendorong praktik bisnis yang adil dan transparan, serta perlindungan konsumen dari praktik-praktik yang eksploitatif. Selain itu, nilai-nilai Islam tentang kesederhanaan dan menghindari konsumsi yang berlebihan relevan dalam menghadapi godaan konsumerisme digital yang seringkali tidak terkendali.


Ekonomi Islam berupaya mendorong praktik bisnis yang adil dan transparan, serta perlindungan konsumen dari praktik yang abai nilai


Walhasil, filsafat ekonomi Islam mencoba menawarkan kerangka kerja yang relevan untuk menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh ekonomi digital. Prinsip-prinsip tauhid, keadilan, keseimbangan, dan tanggung jawab sosial memberikan panduan etis untuk memastikan bahwa teknologi digital tidak lain dan tidak bukan, punya tujuan untuk kemaslahatan umat manusia. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam pengembangan dan implementasi teknologi digital, kita dapat menciptakan ekonomi digital yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan. Di sinilah fungsi filsafat ekonomi Islam sebagai sebuah ilmu, dapat menjadi konsep yang menjawab tantangan kehidupan, khususnya di bidang sosial ekonomi, yang mana ekonomi ini berjalan dinamis seiring perkembangan dan kehidupan manusia. Wallahu a’lam.


*) Kedua penulis adalah Staf Pengajar FE UNU NTB

Post a Comment

Previous Post Next Post